Kami tidak lebih hanya para musafir kecil. Berjalan Keluar masuk melewati jalan-jalan di belantara mazhab. Di sini berhati-hatilah, siapa saja bisa tersesat dan berputar-putar dalam kesia-siaan. Banyak papan nama, baik yang baru dipasang atau yang sudah lama ada. Memilih jalan ini begitu mudah dan bahkan membanggakan bagi siapa saja yang tidak teliti. Akhirnya yang kami pilih adalah jalan dengan 'papan nama' yang sudah ada sejak lama. Inilah jalan kami, jalan ahlu al-sunnah wa al-jama'ah, jalan konservative, jalannya para pendahulu yang telah merintis dan menempuh jalan estafet dari Rasulullah SAW. Adapun jalan dengan papan nama yang baru dipasang kami ucapkan selamat tinggal. Biarkan kami memilih jalan ini, jalan tradisi Islam turun temurun yang sambung menyambung sanad: murid dari guru, dari guru, dari guru.... dari salafuna Shalih, dari tabi'ut tabi'in, dari tabi'in, dari sahabat, dari rasulullah Saw.
Inilah jalan kami.... Ahlussunnah Waljama'ah


Tawassul Dalam Hadist Nabi



Banyak sebagian Saudara-saudara kita yang mungkin belum mengetahui tentang Tawassul dan malah ada yang dengan ringan lidahnya menyatakan bahwa Tawassul adalah bid’ah yang menyesatkan. Sebagai seorang muslim yang baik, kita tentu tidak boleh membid’ahkan suatu perkara dengan mudahnya tanpa ilmu yang memadai, dengan menyebutkan tidak ada dalilnya, atau Rasululullah tidak melakukannya, karena boleh jadi apabila ada landasannya tetapi kita yang memang tidak tahu karena ilmu kita yang sedikit, maka kita akan menjadi golongan yang mengingkari kebenaran/ perbuatan baik atau yang lebih parah lagi kita menjadi ingkar sunnah dan bisa jadi kita sendiri yang melakukan ucapan/ amalan bid’ah itu karena menghalang-halangi orang berbuat baik. Naudzubillah Min Dzalik, oleh karena itu berhati-hatilah.

Mengenai Tawassul, berikut ini kami sajikan beberapa riwayat yang membahas tentang hal ini.

Riwayat yang mengisahkan tawassulnya Nabi Yusuf AS kepada Rasulallah SAW , waktu beliau didalam sumur, At-Tsa’labi mengisahkan:

“Pada keempat harinya waktu Nabi Yusuf AS berada didalam sumur, Malaikat Jibril mendatanginya dan bertanya: ‘Hai anak siapakah yang melempar engkau kesumur’? Jawab Yusuf AS: ‘Saudara-saudaraku’. Malaikat Jibril. bertanya lagi: Mengapa? Yusuf AS berkata: ‘Mereka dengki karena kedudukanku di depan ayahku’. Jibril. berkata: ‘Maukah engkau keluar darisini’? Yusuf.berkata mau. Jibril berkata: ‘Ucapkanlah (do’a pada Allah swt.) sebagai berikut’: ‘Wahai Pencipta segala yang tercipta, Wahai Penyembuh segala yang terluka, Wahai Yang Menyertai segala kumpulan, Wahai Yang Menyaksikan segala bisikan, Wahai Yang Dekat dan Tidak berjauhan, Wahai Yang Menemani semua yang sendirian, Wahai Penakluk yang Tak Tertakluk kan, Wahai Yang Mengetahui segala yang gaib, Wahai Yang Hidup dan Tak Pernah Mati, Wahai Yang Menghidupkan yang mati,Tiada Tuhan kecuali Engkau, Mahasuci Engkau, aku bermohon kepada-Mu Yang Empunya pujian, Wahai Pencipta langit dan bumi, Wahai Pemilik Kerajaan, Wahai Pemilik Keagungan dan Kemuliaan, aku bermohon agar Engkau sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, berilah jalan keluar dan penyelesaian dalam segala urusan dan dari segala kesempitan, Berilah rezeki dari tempat yang aku duga dan dari tempat yang tak aku duga ‘ “.

Lalu Nabi Yusuf AS mengucapkan do’a itu. Allah swt. mengeluarkan Yusuf dari dalam sumur, menyelamatkannya dari reka-perdaya saudara-saudara nya. Kerajaan Mesir didatangkan kepadanya dari tempat yang tidak diduganya”. ( At Tsa’labi 157, Fadhail Khamsah 1:207).

Jika kita melihat riwayat ini, Nabi Yusuf as. diajari oleh Jibril as. untuk berdo’a pada Allah swt. agar bisa cepat keluar dari sumur dengan sholawat serta tawassul kepada Rasulallah saw.dan keluarganya. Begitu juga riwayat Nabi Adam AS yang diterima taubatnya oleh Allah setelah bershalawat kepada Rasulullah SAW yang mana Rasulallah saw. dan keluarganya ini belum dilahirkan dialam wujud ini !

Riwayat-riwayat ini shahih (benar) dan juga telah diketahui oleh banyak kaum muslimin muslimat...

Shalawat sebagai tawasul pembuka hijab


Do’a masih akan terhalang bila orang yang berdo’a tersebut tanpa bertawassul dengan bersholawat pada Nabi SAW. Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu. berkata:

‘Setiap do’a antara seorang hamba dengan Allah selalu diantarai dengan hijab (penghalang, tirai) sampai dia mengucapkan sholawat pada Nabi SAW.. Bila ia membaca sholawat, terbukalah hijab itu dan masuklah do’a.’ (Kanzul ‘Umal 1:173, Faidh Al-Qadir 5:19)

Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib KW. juga berkata, Rasulallah SAW. bersabda:“ Setiap do’a terhijab (tertutup) sampai membaca sholawat pada Muhammad dan keluarganya”. ( HR: Ibnu Hajr Al-Shawaiq 88 )

Juga ada riwayat hadits sebagai berikut:

“Barangsiapa yang melakukan sholat dan tidak membaca shalawat padaku dan keluarga (Rasulallah saw.), sholat tersebut tidak diterima (batal)”. (Sunan Al- Daruqutni 136)
Mendengar sabda Nabi saw. ini para sahabat diantaranya Jabir Al-Anshori berkata:
‘Sekiranya aku sholat dan didalamnya aku tidak membaca sholawat pada Muhammad dan keluarga Muhammad aku yakin sholatku tidak di terima’. (Dhahir Al-Uqba : 19)

Begitu juga Imam Syafi’i dalam sebagian bait syairnya mengatakan:
“Wahai Ahli Bait (keluarga) Rasulallah, kecintaan kepadamu diwajibkan Allah dalam Al-Qur’an yang diturunkan, Cukuplah petunjuk kebesaranmu, Siapa yang tidak bersholawat (waktu sholat) padamu tidak diterima sholatnya…. “ .

Banyak hadits yang meriwayatkan agar do’a kita dikabulkan oleh Allah SWT dengan bertahmid dan bersholawat dahulu sebelum memulai membaca do’a. Begitu juga banyak riwayat bagaimana cara kita bersholawat kepada Rasulallah SAW dan keluarganya serta manfaatnya sholawat itu. Tidak lain semua itu termasuk tawassul/wasithah pada Rasulallah SAW dan keluarganya, bila tidak demikian dan tidak ada manfaatnya, maka orang tidak perlu menyertakan/menyebut nama beliau SAW dan keluarganya waktu berdo’a pada Allah swt.!

Tawasul menyembuhkan mata yang buta

Dari Ustman bin Hunaif yang mengatakan:

“Sesungguhnya telah datang seorang lelaki yang tertimpa musibah (buta matanya) kepada Nabi SAW. Lantas lelaki itu mengatakan kepada Rasulllah; ‘Berdo’alah kepada Allah untukku agar Dia (Allah SWT) menyembuhkanku!’. Kemudian Rasulallah ber- sabda: ‘Jika engkau menghendaki maka aku akan menundanya untukmu, dan itu lebih baik. Namun jika engkau menghendaki maka aku akan berdo’a (untukmu)’. Kemudian dia (lelaki tadi) berkata: ‘Mohonlah kepada-Nya (untukku)!’. Rasulallah memerintahkannya untuk mengambil air wudhu, kemudian ia berwudhu dengan baik lantas melakukan shalat dua rakaat. Kemudian ia (lelaki tadi) membaca do’a tersebut:
‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, dan aku datang meng- hampiri-Mu, demi Muhammad sebagai Nabi yang penuh rahmat. Ya Muhammad, sesungguhnya aku telah datang menghampiri-mu untuk menjumpai Tuhan-ku dan meminta hajat-ku ini agar terkabulkan. Ya Allah, jadikanlah dia sebagai pemberi syafa’at bagiku’.

Utsman bin Hunaif berkata; ‘Demi Allah, belum sempat kami berpisah, dan belum lama kami berbicara, sehingga laki-laki buta itu menemui kami dalam keadaan bisa melihat dan seolah-olah tidak pernah buta sebelumnya”.

Tawasul pada manusia soleh

Diriwayatkan oleh ‘Aufa al-‘Aufa dari Abi Said al-Khudri, bahwa Rasulallah SAW. pernah menyatakan: “Barangsiapa yang keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat (di masjid) maka hendaknya mengatakan: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu demi para pemohon kepada-Mu . Dan aku memohon kepada-Mu, demi langkah kakiku ini. Sesungguhnya aku tidak keluar untuk berbuat aniaya, sewenang-wenang, ingin pujian dan ber- bangga diri. Aku keluar untuk menjauhi murka-Mu dan mengharap ridho-Mu. Maka aku memohon kepada-Mu agar Engkau jauhkan diriku dari api neraka. Dan hendaknya Engkau ampuni dosaku, karena tiada dzat yang dapat menghapus dosa melainkan diri-Mu’. Niscaya Allah akan menyambutnya dengan wajah-Nya kepadanya dan memberinya balasan sebanyak tujuh puluh ribu malaikat ”. ( “Sunan Ibnu Majah”, 1/256 hadits ke-778 bab berjalan untuk melakukan shalat)

Dari hadits di atas dapat diambil pelajaran bahwa, Rasulallah saw. mengajar- kan kepada kita bagaimana kita berdo’a untuk menghapus dosa kita dengan menyebut diri (dzat) para peminta do’a dari para manusia sholeh dengan ungkapan ‘Bi haqqi Saailiin ‘alaika‘ (demi para pemohon kepada-Mu), Rasulallah SAW disitu tidak menggunakan kata ‘Bi haqqi du’a Saailiin ‘alaika’ (demi do’a para pemohon kepada-Mu), tetapi langsung menggunakan ‘diri pelaku perbuatan’ (menggunakan isim fa’il). Dengan begitu berarti Rasulallah SAW membolehkan (bahkan mengajarkan) bagaimana kita bertawassul kepada diri dan kedudukan para manusia sholeh kekasih Ilahi (Wali Allah), yang selalu memohon kepada Allah SWT, untuk menjadikan mereka sebagai sarana penghubung antara kita dengan Allah SWT dalam masalah permintaan syafa’at, permohonan ampun, meminta hajat dan sebagainya.

Tawasul Rasulullah dengan diri Rasulullah dan Para Nabi sebelumnya

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia mengatakan; ketika Fathimah binti Asad meninggal dunia, Rasulullah SAW datang dan duduk di sisi kepalanya sembari bersabda:

‘Rahimakillah ya ummi ba’da ummi ‘ (Allah merahmatimu wahai ibuku setelah ibu [kandung]-ku). Kemudian beliau SAW menyebutkan pujian terhadapnya, lantas mengkafaninya dengan jubah beliau. Kemudian Rasulallah memanggil Usamah bin Zaid, Abu Ayyub al-Anshari, Umar bin Khattab dan seorang budak hitam untuk menggali kuburnya. Kemudian mereka menggali liang kuburnya. Sesampai di liang lahat, Rasulallah saw. sendiri yang menggalinya dan mengeluarkan tanah lahat dengan meng- gunakan tangan beliau SAW. Setelah selesai (menggali lahat), kemudian Rasulallah SAW berbaring disitu sembari berkata: ‘Allah Yang Menghidupkan dan Mematikan. Dan Dia Yang selalu hidup, tiada pernah mati. Ampunilah ibuku Fathimah binti Asad. Perluaskanlah jalan masuknya, demi Nabi-Mu dan para Nabi sebelumku ”. (Kitab al-Wafa’ al-Wafa’)

Hadits yang serupa diatas yang diketengahkan oleh At-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath. Rasulallah SAW bertawassul pada dirinya sendiri dan para Nabi sebelum beliau SAW sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik, ketika Fathimah binti Asad (isteri Abu Thalib, bunda Imam ‘Ali bin Abi Thalib KW) wafat, Rasulallah SAW. sendirilah yang menggali liang-lahat. Setelah itu (sebelum jenazah dimasukkan ke lahad) beliau masuk kedalam lahat, kemudian berbaring seraya bersabda:

“Allah yang menghidupkan dan mematikan, Dialah Allah yang Maha Hidup. Ya Allah, limpahkanlah ampunan-Mu kepada ibuku (panggilan ibu, karena Rasulallah SAW ketika masih kanak-kanak hidup dibawah asuhannya), lapangkanlah kuburnya dengan demi Nabi-Mu (yakni beliau SAW sendiri) dan demi Para Nabi sebelumku. Engkaulah, ya Allah Maha Pengasih dan Penyayang”. Beliau SAW kemudian mengucapkan takbir empat kali. Setelah itu beliau SAW bersama-sama Al-‘Abbas dan Abu Bakar (radhiyallahu ‘anhumaa) memasukkan jenazah Fathimah binti Asad kedalam lahat. ( At-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath.)

Pada hadits itu Rasulallah SAW bertawassul disamping pada diri beliau sendiri juga kepada para Nabi sebelum beliau SAW. Dalam hadits itu jelas beliau SAW berdo’a kepada Allah SWT sambil menyebutkan dalam do’anya demi diri beliau sendiri dan demi Para Nabi sebelum beliau SAW. Kalau ini bukan dikatakan sebagai tawassul, mengapa beliau saw. didalam do’anya menyertakan kata-kata demi Para Nabi ? Mengapa beliau SAW. tidak berdo’a saja tanpa menyebutkan “demi para Nabi lainnya” ?

Dalam kitab Majma’uz-Zawaid jilid 9/257 disebut nama-nama perawi hadits tersebut, yaitu Ruh bin Shalah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Ada perawi yang dinilai lemah, tetapi pada umumnya adalah perawi hadit-hadits shohih. Sedangkan para perawi yang disebut oleh At-Thabrani didalam Al-Kabir dan Al-Ausath semuanya baik (jayyid) yaitu Ibnu Hiban, Al-Hakim dan lain-lain yang membenarkan hadits tersebut dari Anas bin Malik.

Selain mereka terdapat juga nama Ibnu Abi Syaibah yang meriwayatkan hadits itu secara berangkai dari Jabir. Ibnu ‘Abdul Birr meriwayatkan hadits tersebut dari Ibnu ‘Abbas dan Ad-Dailami meriwayatkannya dari Abu Nu’aim. Jadi hadits diatas ini diriwayatkan dari sumber-sumber yang saling memperkuat kebenarannya.

Hadits di atas jelas sekali bagaimana Rasulallah bersumpah demi kedudukan (jah) yang beliau SAW miliki, yaitu kenabian, dan kenabian para pendahulunya yang telah wafat, untuk dijadikan sarana (wasilah) pengampunan kesalahan ibu (angkat) beliau, Fathimah binti Asad. Dan dari hadits di atas juga dapat kita ambil pelajaran, bagaimana Rasulallah saw. memberi ‘berkah’ (tabarruk) liang lahat itu untuk ibu angkatnya dengan merebahkan diri di sana, ditambah mengkafani ibunya tersebut dengan jubah beliau atas izin Allah SWT.

Wallahu ‘Alam Bisshowab

Sumber:  http://mushollarapi.blogspot.com/2010/09/tawassul-dalam-hadist-nabi.html

3 komentar:

  1. maaf hadist nya itu shoheh atau palsu ,,,, Ya ,,, Sori ya ,,, Anda Bisa Menbedakan Hadist Palsu Atau Shoheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. selalu saja ada orang yang selalu menanyakan shoheh dan tidaknya suatu hadist, suatu hal yang sunnah di ributkan terus, kadang, hadist di riwayatkan bisa jadi untuk membangkitkan semangat persatuan ummat, namun, sebagian orang mencela tentang ke bid'ahan, apalagi yang mencerca tentang berpegang pada qur'an dan hadist, dan inilah, ummat Muhammad yang akhirnya terpuruk, dan memalukan sekali, tidak ada orang yang berpengetahuan dan berpandangan ke depan, bagaimana cara memanjukan ummat Muhammad seperti masa kejayaannya dulu, namun sekarang yang ada hanya saling merasa diri paling benar, padahal belum pernah tau syurga dan neraka, sampai-sampai berani mengkafirkan ummat Islam lainnya, gila, setahu saya, nabiullaah Muhammad SAW pada masa hidup beliau, tidak pernah menghujat suatu bentuk budaya ummat lain, dan bahkan pada masa pemerintahan beliau, di madinah, di situ ada orang yahudi, nasrani, dan ummat-ummat lain yang memiliki beragam kepercayaan, namun di lindungi oleh Nabi, dan saya, sebagai ummat Buddha, sangat mengagumi beliau, pertanyaannya, kenapa saya menganut Buddha ?, karena dari sinilah saya juga berdakwah mengenalkan keistimewaan seorang manusia yang sangat welas asih, saya mempelajari kehidupan Muhammad, dan mengagumi cara-cara beliau berdakwah, tidak ada kekerasan dalam dakwahnya, dan sekarang, saya baru meneliti kebenaran agama yang di bawa oleh Muhammad, kalau memang Muhammad benar, tentunya ummatnya tidak se egois seperti ini, saling menyalahkan dan saling mencela antar aliran, sungguh berbeda sekali dengan ajaran Muhammad, beginilah manusia, selalu merasa diri paling benar dengan mengedepankan kitabnya, padahal kitab Muhammad itu sangat luar biasa, apakah memang seperti itu kah ummat Muhammad di masa sekarang ini ?... maaf, saya hanya menyindir perilaku ummat Muhammad yang saling gontok-gontiokan tentang kebenaran masing-masing, dan masing-masing sama-sama berpegang pada kitab... hahahaaaaaa

      Hapus
  2. Hei bodoh! Jawablah pertanyaan saudaramu sesuai dengan apa yang ditanya. Jangan membual dan seolah kau merasa sudah paling benar. Pertanggung jawabkan riwayat2 yg telah kau tulis disini...!!!

    BalasHapus

Kumpulan Mahalul Qiyam MP3

Al Quran Online