Oleh : Alwi Shahab
Abdullah bin Hisyam menceritakan, suatu hari ia dan sejumlah sahabat melihat Nabi Muhammad SAW sedang menjabat tangan Umar bin Khatab. Sambil berjabat tangan itu, Umar berkata, ”Demi Allah wahai Rasulullah, engkau lebih aku cintai daripada segalanya, kecuali diriku sendiri.”
Mendengar perkataan Umar, Nabi berujar, ”Tidak beriman salah seorang dari kamu sampai aku lebih dicintai daripada dirinya sendiri.” Mendengar sabda Nabi, Umar pun berkata, ”Kalau begitu, demi Allah engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Mendengar jawaban sahabatnya ini, Rasulullah menegaskan, ”Sekarang inilah imanmu telah sempurna, wahai Umar.”
Dalam sejarah Islam, kita dapati banyak sekali sahabat Rasulullah yang membela dan mencintainya melebihi dirinya dan keluarganya. Mereka rela berkorban termasuk nyawanya sendiri dalam membela Nabi. Seperti Ali bin Abi Thalib, saat Nabi hendak hijrah ke Madinah, untuk mengelabui kaum kafir Quraish, bersedia tidur di tempat tidur Nabi.
Ada kisah menarik dari seorang perempuan Anshar ketika Perang Uhud. Dalam peperangan melawan kaum kafir, perempuan ini telah kehilangan suami, ayah, dan saudara lelakinya, yang syahid membela Islam. Ketika oleh beberapa sahabat berita duka ini disampaikan kepadanya, perempuan itu bertanya, ”Bagaimanakah keadaan Rasulullah?” Dijawab, ”Beliau sebagaimana yang engkau cintai.”
Setelah perempuan itu melihat sendiri Rasulullah, ia pun berkata, ”Segala musibah sesudah engkau adalah kecil.” Para ulama dan sejarawan Islam menyatakan, ”Mencintai Rasulullah merupakan fenomena kecintaan kepada Allah. Sebab, beliaulah pembawa wahyu, penyampai risalah, yang membimbing manusia ke jalan kebenaran dan penunjuk kepada jalan yang lurus, yaitu jalan Allah pemilik segala yang ada di langit dan bumi.
Allah sendiri memberikan penghargaan yang tinggi kepada Rasulullah, sebagai contoh panutan. Begitu tingginya penghormatan kepada Nabi, sehingga diabadikan dalam surah Al-Ahzab ayat 56 yang berbunyi, ”Allah dan para malaikat memberikan salam kepada Nabi. Wahai, orang-orang beriman, berikanlah shalawat dan salam kepadanya.”
Karena itulah, umat Islam di segenap penjuru dunia menjadi sangat tersinggung dan marah ketika Nabi Muhammad, yang mereka cintai dan hormati itu, dihina dalam bentuk kartun di sebuah harian di Denmark, dengan dalih kebebasan pers yang tidak dapat diterima oleh akal sehat, menunjukkan bagaimana kebencian mereka terhadap Islam.
***