Ada hadis yang mengungkapkan kata-kata "Sayyid" sebagai berikut:
اَلسَّيِّدُ اللهُ
"Sayyid adalah Allah"
Asal muasal (asbabul wurud)
hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud tersebut berasal dari cerita seorang
laki-laki yang datang kepada Rasulallah dan berkata kepada beliau
"Engkau adalah sayyidnya orang-orang Quraisy" Lalu Rasulallah menjawab
perkataan laki-laki tersebut dengan sabda sebagaimana dalam hadits di
atas.
Hadits tersebut kerap di buat
dalil oleh sebagian kalangan untuk membid'ahkan ucapan sayyidina saat
nama Nabi Muhammad di sebut dan di katakan bahwa kata sayyidina tersebut
tidak boleh di ucapkan sebagai panggilan kepada makhluk selain Allah. Pernyataan seperti itu adalah pernyataan batil yang bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah yang mutawatir.
Dalam al-Qur'an surat Ali
Imran: 39 terdapat kata sayyid yang di sebutkan untuk Nabi Yahya. Surat
Yusuf: 25 terdapat kata sayyid yang di sebutkan untuk al-Aziz (mantan
suami Zalikha', istri Nabiyullah Yusuf) dan dalam surat al-Ahzab: 67
terdapat kata sadatina (jama' dari kata sayyid) untuk pimpinan
orangfi-orang kar.
Sedangkan dalam hadits Rasulallah riwayat al-Bukhari (hadits no: 4712), Muslim (hadits no: 194) dan lain-lain di sebutkan:
اَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ
"Aku adalah sayyidnya anak Adam"
Dalam al-Bukhari (hadits no: 7204) juga di sebutkan:
إِنَّ ابنِْي هَذَا سَيِّدٌ
"Sungguh anakku (cucu ) ini adalah sayyid"
Dan hadits-hadits lain yang
menyebutkan tentang di perbolehkannya menisbatkan kata sayyid kepada
selain Allah, seperti dalam al-Bukhari (hadits no: 6286 dan 3043), Ahmad
(hadits no: 10616), Muslim (hadits no: 2249) dan lain-lain .
Lalu bagaimana menjawab hadits
Nabi yang mengatakan bahwa sayyid adalah Allah? Al-Khaththabi memberikan
jawaban bahwasannya derajat siyadah (sayyid) secara haqiqat hanya di
miliki oleh Allah dan semua makhluk adalah hamba-Nya. Akan tetapi Rasulallah
melarang seorang laki-laki menyebut beliau sebagai sayyid yang padahal
Rasulallah sendiri adalah sayyidnya keturunan Adam (Bani Adam) adalah
karena laki-laki tersebut memeluk Islam belum lama dan dia punya
penyangkaan bahwa derajat siyadah sebab pangkat kenabian di anggap sama
seperti siyadah dalam pangkat urusan duniawi, lantaran dia mempunyai
seorang pimpinan yang di agungkan dan di taati perintahnya. Maksud dari
yang di sampaikan al-Khaththabi tersebut adalah supaya laki-laki
tersebut tidak menyamakan menyebut sayyid karena pangkat kenabian dengan
di samakan dengan sayyid dalam urusan pimpinan dunia.
Sedangkan menurut al-Hafizh
al-Ghumari, bahwa kata sayyid menurut bahasa mereka bisa di ucapkan
untuk beberapa arti, bisa untuk makhluk, untuk Allah yang haqiqi, orang
yang tinggi pangkatnya dalam satu kaum, seorang pimpinan yang terhormat,
seorang yang penyabar dan lapang dada yang tidak cepat-cepat marah,
seorang yang dermawan dan mulia atau suami. Dan ketika laki-laki
dalam hadits mengucapkan "engkau adalah sayyid" maka Rasulallah khawatir
jika yang di i'tikadkan adalah sayyid secara haqiqi, yaitu Allah,
lantaran laki-laki tersebut adalah orang yang baru mengenal agama Islam,
kaidah-kaidahnya serta hal-hal yang wajib bagi Allah dan yang boleh.
Maka Rasulallahpun mengingatkannya bahwa sayyid yang haqiqi adalah
Allah.
Adapun hadits tentang pelarangan mengucapkan sayyid untuk Rasulallah di dalam shalat, yaitu:
لاَ تُسَيِِّدُوِنِي فِي الصَّلاَةِ
"Janganlah kalian mengucapkan Sayyid kepadaku di dalam shalat"
Adalah hadits maudhu' atau palsu
sebagaimana kesepakan ahli hadits seperti as-Suyuthi dalam al-Hawi Lil
Fatawi, al-Ajluni dalam Kasyf al-Khafa', as-Sakhawi dalam al-Maqashid
dan lain-lain. Selain dari pada itu, lafazh teks haditsnya juga salah
menurut ilmu Arabiyyah (sharaf) dan sangat jelek yang sangat tidak
layak keluar dari mulut Rasulallah yang mulia.
Lalu apakah saat menyebut nama
Rasulallah ada anjuran mengucapkan sayyidina yang padahal Rasulallah
sendiri tidak pernah menyebutkan kata tersebut saat memberikan ajaran
shalawat? Jawabnya adalah:
1. Memanggil nama Rasulallah dengan Muhammad adalah di larang agama, sebagaimana telah maklum dalam kitab-kitab ulama salaf serta tercatat langsung dalam al-Qur'an
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain) (surat an-Nur: 63).
Dan atsar dari para shahabat Rasulallah. Karena umat Muhammad di wajibkan beradab dan bertata krama saat memanggil nama beliau.
2. Qadhi Iyadh dalam Tasynif al-Adzan hal. 88 mengatakan bahwa penambahan kata sayyid atau maula (saat nama Rasulallah di sebut) adalah baik, karena
hal itu termasuk bagian dari memulyakan dan mengagungkan beliau.
Ketetapan ini juga di dukung oleh Imam ar-Ramli dalam Nihayah al-Muhtaj
dan ulama-ulama lain.
3. Melarang dan mengharamkan
mengucapakan kata sayyidina kepada Rasulallah atau yang lain tidak ada
dalilnya baik al-Qur'an, Sunnah atau atsar shahabat. Apalagi sampai mengatakan batal shalatnya jika mengucapkan kata sayyidina ketika bershalawat kepada Rasulallah dalam shalat.
4. Kitab-kitab ulama madzhab
Hanafi, Malik dan asy-Syafi'i menyepakai di syari'atkannya menambahi
kata siyadah (sayyid) saat bershalawat kepada Rasulallah sebagai bagian
mengagungkannya. Hal ini di dasari satu argumen bahwa mendahulukan
jalan adab (suluk al-adab) lebih baik dari pada mengikuti perintah
(yaitu shalawat yang di ajarkan Rasulallah tanpa kata sayyidina).
Mbah Jenggot, Pengasuh Pustaka Ilmu Sunniyah Salafiyah (PISS-KTB) http://www.facebook.com/note.php?note_id=386800628099
Tidak ada komentar:
Posting Komentar